Minggu, 15 Mei 2011

KENAPA DOA TAK TERKABUL??.....

Do’a itu intinya ibadah. Do’a adalah
senjata. Do’a adalah benteng. Do’a
adalah obat. Do’a adalah pintu segala
kebaikan. Begitulah ungkapan yang
menggambarkan dahsyatnya
kekuatan do ’a. Allah, tempat
diarahkannya do’a, memiliki dua
sifat agung, Ar-Rahman dan Ar-
Rahim. Tentang dua sifat itu,
Abdullah Ibnul Mubarak berkata,
“ Ar-Rahman yaitu jika Dia diminta
pasti memberi, sedang Ar-Rahim
yaitu jika tidak dimintai maka Dia
murka." (Fathul Bari 8/155).
Allah swt berfirman, “Katakanlah,
‘Serulah Allah atau serulah Ar-
Rahman. Dengan nama yang mana
saja kamu seru, Dia mempunyai al
asmaul husna (nama-nama yang
terbaik) dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam
shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya, dan carilah jalan
tengah di antara kedua itu." (QS.Al-
lsra ‘: 110).
Ketika berbagai etika dan syarat do’a
dipenuhi dan dilakukan, mungkinkah
do ’a-do’a yang terucap itu tertolak?
Mungkinkah Allah swt tidak
menerima do ’a yang telah
disampaikan secara tulus dan
bersih? Perhatikanlah dialog antara
Saad bin Abi Waqqas dengan
Rasulullah saw. Suatu kali Saad
datang menghadap kepada
Rasulullah. Saad merasa dirinya
sudah lama bermunajat kepada
Allah, namun keinginannya tak
kunjung dikabulkan. Dengan hati
nelangsa, Saad melaporkan
kegundahan hatinya. “Ya, Rasulullah
saw, aku telah berdo’a, tetapi tak
kunjung dikabulkan juga. Adakah
gerangan yang salah?" Rasulullah
pun menjawab, "Hai Saad,
hindarkanlah makanan haram.
Ketahuilah, setiap perut yang diisi
dengan sesuatu yang haram,
sekalipun hanya sesuap nasi, maka
doanya ditolak selama 40 hari. ”
Dalam hidup ini, mungkin kita
pernah mengalami keadaan
sebagaimana yang dirasakan Sa’ad.
Merasa do’a kita belum dikabulkan
Allah. Tetapi, jawabannya, seperti
diriwayatkan Abdullah bin Shamit,
bahwa Rasulullah saw bersabda,
“ Tidak ada di muka bumi ini seorang
muslim yang berdo’a kepada Allah,
kecuali Allah pasti mengabulkan
do ’anya, atau menghindarkannya
dari keburukan, selama ia tidak
berdo ’a untuk sesuatu yang dosa
atau memutuskan silaturahim.”
Seorang sahabat yang
mendengarnya mengatakan, “Kalau
begitu, kita perbanyak saja berdo’a."
Rasul mengatakan, “Walaupun
kamu perbanyak, maka yang disisi
Allah jauh lebih banyak. ” (HR.
Turmudzi’)
Dalam sabda Rasulullah yanq lain,
juga diriwayatkan oleh Imam
Turmudzi, disebutkan, “Tidak ada
seseorang yang berdo’a kepada
Allah dengan sebuah do’a kecuali
pasti dikabulkan, baik dipercepat di
dunia atau ditabung untuknya di
akhirat, atau dihapuskan darinya
dosa-dosanya sebatas apa yang ia
do ’akan kepada Allah dan selama ia
tidak berdo’a untuk sebuah dosa
atau memutuskan silaturahim, atau
tergesa-gesa meminta agar do ’anya
segera dikabulkan." Mendengar hal
itu, seorang sahabat mengatakan,
“ Ya Rasulullah, bagaimana
seseorang dikatakan tergesa-gesa
ingin segera do ’anya dikabulkan?"
Rasulullah menjelaskan, “Seperti
orang yang mengatakan: ‘Aku
sudah berdoa kepada Allah tapi Allah
tidak mengabulkan do ’aku."
Ini artinya, ada banyak
kemungkinan yang Allah berikan,
tatkala kita merasa do ’a kita belum
dikabulkan. Pertama, memang tidak
dikabulkan karena tidak cukup syarat
dan adab berdoa. Kedua, sudah
dikabulkan tetapi ditunda
pembalasannya, menjadi semacam
investasi di akhirat. Ketiga, diganti
dengan pahala yang lain
seumpamanya dengan berbagai
kebaikan, misalnya dengan
pengampunan dosa, dihindari dari
marabahaya, dibimbing ke arah
yang baik dan sebagainya.
Perhatikanlah sebuah kisah cukup
populer mengenai seorang
salafushalih bernama Ibrahim bin
Adham, yang suatu ketika berjalan
di tengah pulsar kota Basrah, Irak.
Melihat ulama besar kharismatik
yang langka itu, penduduk Basrah
tidak menyia-nyiakan kesempatan
baik itu untuk bertanya. Ketika itu
masyarakat Basrah sedang dilanda
kemelut sosial yang sangat
melelahkan, dan solusi tak kunjung
ditemukan, bahkan do’a pun terasa
tidak membantu memperbaiki
keadaan. Penduduk Basrah pun
mengadu kepada ulama besar
tersebut, ”Wahai Aba Ishak (nama
panggilan akrab Ibrahim bin
Adham), Allah berfirman dalam Al
Qur ’an agar kami berdoa. Kami
warga Basrah sudah bertahun-
tahun memanjatkan do ’a, tetapi
kenapa doa kami tak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham menjawab,
“ Wahai penduduk Basrah, hati kalian
telah mati dalam sepuluh perkara,
bagaimana mungkin do ’a kalian
akan dikabulkan Allah! Kalian
mengakui kekuasaan Allah, tetapi
kalian tidak memenuhi hak-hak-Nya.
Setiap hari kalian membaca Al
Qur ’an, tetapi kalian tidak
mengamalkan isinya. Kalian selalu
mengaku cinta kepada Rasul, tetapi
kalian meninggalkan pola perilaku
sunnah-sunnahnya. Setiap hari
kalian membaca ta ’awudz,
berlindung kepada Allah dari setan
yang kalian sebut sebagai musuh,
tetapi setiap hari pula kalian
memberi makan setan dan
mengikuti langkahnya. Kalian selalu
menyatakan ingin masuk surga,
tetapi perbuatan kalian justeru
bertentangan dengan keinginan itu.
Katanya kalian takut masuk neraka,
tetapi kalian justeru
menncampakkan dirimu sendiri ke
dalamnya. Kalian mengakui bahwa
maut adalah keniscayaan, tetapi
nyatanya kalian tidak
rnerupersiapkan diri untuk
menghadapinya. Kalian sibuk
mencari-cari kesalahan orang lain,
tetapi terhadap kesalahan diri, kalian
malah tidak mampu melihatnya.
Setiap saat kalian menikmati karunia
Allah, tetapi kalian lupa
mensyukurinya. Kalian sering
rnenguburkan jenazah saudaramu,
tetapi kalinn tidak bia mengambil
pelajaran dari peristiwa itu ”
Terakhir, ia mengatakan, ”Wahai
penduduk Basrah, ingatlah sabda
Nabi: Berdo ’alah kepada Allah, tetapi
kalian harus yakin akan dikabulkan.
Hanya saja kalian harus tahu bahwa
Allah tidak berkenan mengabulkan
do ’a dari hati yang lalai dan main-
main.
Karenanya, camkan baik-baik dalam
lubuk hati kita prinsip bahwa Allah
tidak akan melakukan sesuatu yang
tidak baik bagi hamba-Nya yang
berbuat baik. Prinsip seperti ini akan
menjadikan kita tetap menjaga diri,
memelihara batas-batas perintah
Allah, dalam kondisi apapun. Meski
dalam kondisi harapan tak
terpenuhi, hajat yang tidak
tertunaikan, bahkan musibah yang
secara fisik tidak enak, tugas hamba
Allah adalah semata-mata
berpegang teguh kepada tuntunan
dan perintah Allah. Selebihnya, Allah
pasti akan memberi yang terbaik
untuk kita. Hanya saja, kebaikan
menurut Allah tidak selalu dapat
teraba oleh mata dan pikiran kita. Di
sanalah kenapa Allah berfirman
dalam surat Ali- Imran, ”Bisa jadi
apa yang engkau benci itu baik bagi
kalian. Bisa jadi juga apa yang
engkau sukai itu buruk bagi kalian.
(QS. Al-Baqarah: 216). ”.
Wallahu’alam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar