Jumat, 27 Januari 2012

TENTANG CINTA

Hadis Tentang Cinta

Begitu banyak peluang yang Allah berikan, yang Rasulullah tunjukan, untuk menjadi mulia dengan cinta. Bukan menjadi terhina dan terpuruk, karenanya. Semoga hadits-hadits cinta ini bisa mengantarkan kita untuk sedikit demi sedikit memahami cinta yang menyelamatkan. Cinta yang menerbangkan kita ke surga-Nya, Insya Allah.


Cinta yang memberikan cahaya
“Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah itu ada beberapa orang yang bukan nabi dan syuhada menginginkan keadaan seperti mereka, karena kedudukannya disisi Allah. Sahabat bertanya :
“Ya Rasulullah, tolong kami beritahu siapa mereka ? Rasulullah SAW. Menjawab : Mereka adalah satu kaum yang cinta mencintai dengan ruh Allah tanpa ada hubungan sanak saudara, kerabat diantara mereka serta tidak ada hubungan harta benda yang ada pada mereka. Maka, demi Allah wajah-wajah mereka sungguh bercahaya, sedang mereka tidak takut apa-apa dikala orang lain takut, dan mereka tidak berduka cita dikala orang lain berduka cita” (H.R. Abu Daud)

Cinta yang menggugurkan dosa
“Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu saudaranya yang muslim, lalu ia memegang tangannya (berjabat tangan) gugurlah dosa keduanya sebagaimana gugurnya daun dan pohon kering jika ditiup angin kencang. Sungguh diampuni dosa mereka berdua, meski sebanyak buih dilaut” (H.R. Tabrani)

Cinta yang memberikan keteduhan
“Sesungguhnya Allah SWT pada hari kiamat berfirman : “Dimanakah orang yang cinta mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi dengan menunggu-Ku dihari yang tiada naungan melainkan naungan-Ku” (H.R. Muslim)

Cinta yang berbalas cinta
“Allah swt berfirman, “pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang cinta mencintai karena Aku, saling kunjung mengunjungi karena Aku dan saling memberi karena Aku” (Hadits Qudsi)

Karena cinta, dicintai-Nya
“Bahwa seseorang mengunjungi saudaranya di desa lain, lalu Allah mengutus malaikat untuk membuntutinya. Tatkala malaikat menemaninya malaikat berkata,
“Kau mau kemana ?”
Ia menjawab, “Aku ingin mengujungi saudaraku di desa ini”
Malaikat terus bertanya, “Apakah kamu akan memberikan sesuatu pada saudaramu ?”
Ia menjawab, “Tidak ada, melainkan hanya aku mencintainya karena Allah SWT”
Malaikat berkata, “Sesungguhnya aku diutus Allah kepadamu, bahwa Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai orang tersebut karena-Nya” (H.R. Muslim)
Tiga cinta yang manis
Tiga perkara, yang barang siapa memilikinya, ia dapat merasakan manisnya iman, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cintanya kepada selain keduanya, cinta kepada seseorang karena Allah dan membenci kekafiran sebagaimana ia tidak mau dicampakan ke dalam api neraka” (H.R. Bukhari-Muslim)

Kutip : La Tahzan For Broken Hearted Muslimah 
Sumber : hadist-islam.blogsot.com



Jumat, 13 Januari 2012

MENGINGGAT MATI CARA EFEKTIF UNTUK IKHLAS

SUATU hari sahabat Umar bin Khattab duduk bersama Rasulullah SAW. Kemudian datanglah seorang sahabat Anshar. Seraya memberi salam ia berkata: “Wahai Rasulullah, mukmin yang seperti apa yang paling utama?”. Beliau menjawab:”Yang paling baik akhlaknya”.
Sahabat itu bertanya lagi: “Mukmin seperti apakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab: “Muslim yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas”(diriwayatkan oleh Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah).
Nabi SAW menyebut orang  yang ingat kematian dan mempersiapkannya itu sebagai orang cerdas, sebab orang seperti itu mengetahui hakikat hidup, dan mengindar dari tipuan-tipuan kehidupan.
Imam al-Qurtubi menyebutnya sebagai standar kecerdasan seorang manusia. Yakni tidak pernah melupakan sesuatu yang pasti dan persiapannya itu untuk hal-hal yang sesungguhnya dipastikan akan terjadi.
Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani dalam bukunya Tanbih al-Mughtarin menyebut bahwa mengingat-ingat mati pada setiap langkah perbuatannya adalah salah satu karakter para salafuna sholih. Ketika setiap perbuatannya disertai mengingat mati, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan tujuan ridla Allah.
Ternyata, cara tersebut mereka gunakan untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak dirasakannya sebagai maksiat. Diceritakan bahwa, ketika Sufyan al-Tsauri sedang bertadabbur mengingat-ingat mati, maka tidak seorang pun bisa membujuk dia. Jika ditanya tentang perkara dunia, ia menjawab: “Saya tidak tahu”.
Begitulah sikap Sufyan al-Tsauri ketika dirasa hatinya kurang mendekat kepada Allah SWT. Ia langsung bermuhasabah mengingat akhirat dan membayangkan pedinya sakaratul maut. Bahkan diantara mereka memiliki cara unik. Ia membuat ruangan khusus di rumahnya. Ruang khusus itu dibuat liang lahat seperti kuburan. Mereka masuk ruang tersebut sekedar untuk mengingat-ingat bahwa ia suatu saat akan mengalami dahsyatnya mati.
Rasulullah SAW bersabda: "Perbanyaklah olehmu mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelazatan, yaitu kematian.” (HR. Turmudzi).
Imam al-Qurtubi mengatakan bahwa, hadis Nabi SAW tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan. Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti akan mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung. Hadis itu juga peringatan bahwa, betap sakaratul maut itu sungguh ujian yang dahsyat.
Allah SWT berfirman betapa sulitnya sakaratul maut itu:
 ُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُو
"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), 'Keluar-kanlah nyawamu". (QS. Al-An'am: 93).
Begitulah bagaiman maut itu menjemput orang dzalim. Seperti kulit terkelupas secara pelan-pelan dari ujung kaki hingga kepala.
Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani mengatakan, saat kata-kata kematian dan sakatul maut itu disebut, para salafuna sholih bergetar hatinya, bulu kuduknya berdiri membayangkan bagaiman hal itu akan terjadi pada dirinya suatu saat nanti. Tetesen air mata langsung jatuh dari dua matanya, memohon kepada Allah agar mengakhirkannya dengan khusnul khotimah dan dimudahkan dalam sakaratul maut.
Memperbanyak mengingat mati berarti memperbanyak amal kebaikan. Orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat dirinya akan mati. Imam ad-Daqqaq berkata, "Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: Menyegerakan taubat, hati yang qana'ah, dan semangat beribadah." (Imam al-Qurtubi, al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah).
Jika kita kesulitan mengamalkan ikhlas atau tidak mampu mengontrol hawa nafsu, maka saat itu ingat-ingatlah bahwa kita kapan saja akan dijemput kematian yang tidak diduga-duga. Jika perlu kita contoh para ulama dahulu yang memiliki cara sendiri-sendiri, ada yang bertafakkur, muhasabah tentang kematian, ada yang membaca kitab atau hadis tentang mati atau ada pula yang sekedar melihat kubur (berziarah kubur).
Ingat-ingatlah akan firman Allah SWT:
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِ اللّهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلًّ مِّنْ عِندِ اللّهِ فَمَا لِهَـؤُلاء الْقَوْمِ لاَ يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, ken-datipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS. An-Nisa`: 78).
Mengingat mati akan memusatkan fikiran ke negeri akhirat yang kekal. Jika manusia berada dalam kesulitan dan cobaan hidup, maka mengingat kematian akan memudahkan dia menghadapi cobaan tersebut.
Maka, saat kita mengingat kematian maka kita seperti terdorong untuk menjadikan akhirat ukuran segala-galanya. Setiap tutur kata, dan gerak-gerika ditimbang apa kah bermanfaat untuk menghadapi kematian kelak.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Ibn Umar: "Jikalau engkau berpetang-petang, maka janganlah engkau menanti-nantikan waktu pagi dan jikalau engkau berpagi-pagi, janganlah engkau menanti-nantikan waktu petang - yakni untuk mengamalkan kebaikan itu hendaklah sesegera mungkin. Ambillah kesempatan sewaktu engkau berkeadaan sihat untuk mengejar kekurangan di waktu engkau sakit dan di waktu engkau masih hidup guna bekal kematianmu." (HR. Bukhari).
Maka, saat kita lalai, tak terasa bermaksiat kepada Allah SWT maka beberapa cara yang perlu dilakukan untuk mengingat mati, diantaranya; berziarah kubur, membaca kisah-kisah dan kitab tentang sakaratul maut serta merenungkannya, dan melihat orang yang meninggal.
Oleh sebab itu, mengingat mati memang telah digunakan para ulama salaf untuk menggugah semangat beribadah. Mengingat Allah SWT dan lebih mengikhlaskan amal perbuatan. Dan sudah tentu cara ini akan mematikan hawa nafsu.*/Kholili Hasib