Senin, 24 Oktober 2011

RABI'AH BINTI ISMAIL AL ADAWIYAH ( KISAH SUFI )


Robi’atul Adawiyah, sosok peletak dasar konsep cinta (hubb) dalam tasawuf. Dimana konsep yang sebelumnya adalah konsep khauf (takut) dan raja ( harap) banyak dipakai para sufi. Tokoh sufi yang bernama Rabi’ah binti Ismail al Adawiyah lahir tahun 96 H/ 713 M dari keluarga yang miskin dan sejak kecil sudah menjadi yatim piatu. Rabi’ah kecil, bukanlah gadis biasa. Beliau sudah menunjukkan tanda-tanda ketakwaannya. Suatu ketika ditanya ayahnya “Rabi’ah apa pendapatmu seandainya ayah tidak menemukan makanan kecuali yang haram? “ Rabiah menjawab “Kita harus banyak bersabar, karena menahan lapar di dunia lebih baik daripada kita menahan lapar di akhirat nanti dalam api neraka”. Dalam kehidupann Rabiah, beliau hidup dengan sangat sederhana. Untuk tidak menyebutnya miskin (zuhud) dan sering menolak bantuan yang diberikan orang lain kepadanya. Dalam kitab Kasyf al-Mahjub Al Hujwiri meriwayatkan: “Suatu ketika aku membaca cerita, bahwa seorang hartawan berkata kepada Rabi’ah: Mintalah kepadaku segala keperluanmu! Rabi’ah menjawab: Aku ini sangat malu meminta hal-hal yang bersifat duniawi kepada Pemiliknya, maka bagaimana bisa aku meminta hal itu kepada orang yang bukan Pemiliknya? “ Bagi Rabi’ah kemiskinan dan kesusahan hidup merupakan ajang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Seorang pernah bertanya kepadanya : “Apakah kamu benci kepada setan?” Rabi’ah menjawab:”Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk diisi rasa benci kepada setan”. Beberapa ungkapan cinta rabi’ah terhadap Tuhan yang terkenal adalah Tak ada jarak antara yang dicintai dan yang mencintai. Cinta adalah pengejawantahan rasa rindu yang teramat dalam. Penuturan perasaan: barangsiapa merasakan cinta, ia kan mengenal. Barangsiapa ingin menuturkan cinta, ia sendiri tidak kan dapat dituturkan. Bagaimana engkau akan menuturkan sesuatu sedangkan engkau sendiri lenyap di hadiratNya. Lebur dengan wujudNya, sirna karena menyaksikanNya dalam kondisi sehat engkau mabuk dibuatnya. Dengan memusatkan perhatian engkau menjadi mantap. Dengan bersenang-senang denganNya engkau menjadi sedih. Rasa takut membenteng lisan untuk berbicara. Rasa bingung menahan hati untuk mengungkapkan sesuatu. Rasa cemburu mendinding mata untuk melihat. Rasa kebesaran mengikat akal untuk mengaku. Tiada dalam cinta, selain kebesaran yang langgeng, kebingungan yang melekat, hati yang rindu, rahasia yang tertutup, badan yang terasa sakit dan tidak aman, cinta dengan segala keunggulannya telah menguasai hati. Syair lainnya: Buah hatiku Cintaku hanya kepadamu Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke hadirat-Mu Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku Hatiku telah enggan mencintai selain diri-Mu Dalam lirik lain, senandung cinta Rabi’ah kepada Tuhan: Aku mencintaiMu dengan dua cinta. Cinta kerana diriku dan cinta kerana diriMu. Cinta kerana diriku dalam keadaan sentiasa mengingatiMu.Cintaku kerana diriMu Agar Engkau bukakan hijab bagiku Membolehkan agar aku dapat melihat Engkau. Bagiku ini bukanlah pujian untukku Pujian hanya tertumpu padaMu Pada waktu bermunajat Rabi’ah berkata” Tuhanku, tenggelamkanlah aku dalam cintaMu Sehingga tidak ada sesuatu pun yang dapat menggangguku Ketika bersamaMu Tuhanku, bintang-bintang di langit berkelip gemerlapan Manusia telah terlena dibuai keasyikan Pintu-pintu istana telah tertutup rapat Pada saat itulah semua pencinta Menyendiri bersama yang dicintainya Tuhanku, inilah aku berada di hadratMu Dan waktu fajar menyingsing ia berkata Tuhanku, Ketika malam kian berlalu siang hampir menjelang Aku merasa gelisah apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia Ataukah Engkau tolak hingga aku merasa sedih Demi kekuasaanMu Inilah yang sering aku lakukan selama aku engkau beri kehidupan Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintuMu Aku tidak akan pergi Akibat cintaku padaMu Telah memenuhi seluruh jiwaku Cinta Ilahi Rabi`ah dapat dilihat pada kalimat: Wahai Tuhanku! Apapun bagiku dunia yang Engkau karuniakan kepadaku, berikanlah semuanya kepada musuh-musuhMu. Dan apapun yang Engkau akan berikan kepadaku kelak di akhirat, berikan saja pada teman-temanMu. Bagiku, engkau pribadi sudah cukup. Atau kalimat lainnya: Wahai Tuhanku, jika aku menyembahMu kerana takut kepada nerakaMu, maka bakarlah aku dengannya. Jika aku menyembahMu kerana mengharapkan syurgaMu, maka keluarkanlah aku darinya. Tetapi sekiranya aku menyembahMu semata-mata kerana cintaku kepadaMu, maka janganlah Engkau menutup keindahan wajahMu yang abadi dari pandanganku. Rabi’ah wafat tahun 185 H / 801 M dan dimakamkan di kota Yerussalem. Konsep cinta Illahi dalam tasawuf Rabi’ah mengajarkan untuk beribadah yang tulus hanya karena Allah semata. Bukan karena selain Allah, bukan pula karena surga dan menghindari neraka. *** Semoga selintas cerita yang sedikit ini, bisa memberi sentuhan pada hati kita yang ternyata sangat bebal, terutama jika kita berani membandingkan dengan banyak tokoh luar biasa di masa silam. Indah.

TENTANG JODOH ( RAHASIA QS AN-NUR : 26 )


”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki- laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka ( yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia ( surga).” Ayat ini diturunkan untuk menunjukkan kesucian ‘Aisyah r.a. dan Shafwan bin al-Mu’attal r.a. dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Pernah suatu ketika dalam suatu perjalanan kembali dari ekspedisi penaklukan Bani Musthaliq, ‘Aisyah terpisah tanpa sengaja dari rombongan karena mencari kalungnya yang hilang dan kemudian diantarkan pulang oleh Shafwan yang juga tertinggal dari rombongan karena ada suatu keperluan. Kemudian ‘ Aisyah naik ke untanya dan dikawal oleh Shafwan menyusul rombongan Rasullullah SAW. dan para shahabat, akan tetapi rombongan tidak tersusul dan akhirnya mereka sampai di Madinah. Peristiwa ini akhirnya menjadi fitnah dikalangan umat muslim kala itu karena terhasut oleh isu dari golongan Yahudi dan munafik; jika telah terjadi apa-apa antara ‘Aisyah dan Shafwan. Masalah menjadi sangat pelik karena sempat terjadi perpecahan diantara kaum muslimin yang pro dan kontra atas isu tersebut. Sikap Nabi juga berubah terhadap ‘Aisyah, beliau menyuruh ‘Aisyah untuk segera bertaubat. Sementara ‘Aisyah tidak mau bertaubat karena tidak pernah melakukan dosa yang dituduhkan kepadanya, ia hanya menangis dan berdoa kepada Allah agar menunjukkan yang sebenarnya terjadi. Kemudian Allah menurunkan ayat yang menunjukkan kepada kaum muslimin bahwa Rasulullah adalah orang yang paling baik maka pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri beliau, yaitu ‘Aisyah r.a. Jika kita hubungkan dengan kehidupan kita saat ini, ayat ini menunjukkan bahwa sebenarnya setiap orang pasti ada pasangannya (jodohnya) masing-masing, yaitu yang sesuai dengan tingkatannya (kufu’nya). Sesuai dengan tingkatan yang saya maksud adalah setara jumlah kebaikannya, jumlah kekurangannya, setara ilmunya (kealimannya), setara dosa-dosanya baik yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan (Allah Maha Tahu apa yang akan terjadi). Jadi, seorang laki-laki ahli maksiyat sebaiknya tidak perlu memimpikan seorang santri putri yang suci, atau seorang wanita nakal tidak perlu memimpikan seorang ustad yang baik. Namun, jika kenyataannya tidak selalu demikian dalam pandangan kita, wallahu a‘lam. Allah lebih tahu apa yang sebaiknya terjadi, apa yang baik buat hamba-Nya. Meski kadang-kadang kita tidak bisa menalarnya, karena yang kita ketahui cuma sedikit. Berkenaan dengan masalah jodoh ini, saya ingin menyarankan kepada teman-teman yang masih lajang (termasuk saya sendiri, hehehe.. ) untuk mendambakan seorang yang tingkatannya lebih baik dari kita. Hal ini akan memotivasi kita untuk memperbaiki diri dan berusaha mencapai tingkatan yang sama dengan dambaan kita tadi agar Allah merestui dan kemudian menjodohkan kita dengannya, amin.